Kamis, 14 Agustus 2014

Keputusan mahkamah internasional

1.      Mahkamah Internasional ( International Court Of Justice )
1.      Berkedudukan di Den Haag.
2.      Terdiri dari sekumpulan hakim yang bebas dipilih tanpa memandang kewarganegaraan, diantara ahli-ahli yang memiliki moral yang lebih tinggi dan kualifikasi yang diperlukan untuk memegang jabatan hukum tertinggi di negeri masing-masing atau penasehat penasehat hukum yang keahliannya diakui dalamhukum internasional.
3.      Terdiri dari 15 hakim yang memiliki jabatan 9 tahun.
4.      Pemilihan tiap 3 tahun, memilih 5 orang hakim.
5.      Pemilihan hakim dilakukan secara terpisah di Majelis Umum dan Dewan Keamanan PBB.
6.      Dalam hal pemilihan ini hak veto Dewan Keamanan PBB tidak berlaku.
2.      Wewenang Mahkamah Internasional
Diatur dalam Bab II Statuta Mahkamah Internasional, untuk mempelajari wewenang ini harus dibedakan yaitu antara:
a)      Wewenang Ratione Personae (siapa yang berhak mengajukan perkara ke Mahkamah)
b)      Wewenang Ratione Material (mengenai jenis sengketa yang dapat diajukan)

A.      Wewenang Ratione Personae
Pasal 34(1) Statuta menyatakan : bahwa hanya negara yang boleh menjadi pihak dalam perkara-perkara dimuka mahkamah.
Artinya : individu/ oragnisasi-oragnisasi internasional tidak dapat menjadi pihak dari suatu sengketa di muka mahkamah tersebut.
Pasal 34 (1) Statuta hanya diperbolehkan negara-negara untuk memajukan suatu sengketa ke mahkamah.
Namun ayat (2) dan (3) pasal tersebut memberikan kemungkinan kerjasama dengan organisai organisasi internasional.
B.      Wewenang Ratione Material
Pasal 36 (1) Statuta dengan jelas menyatakan bahwa:
Wewenang mahkamah meliputi semua perkara yang diajukan pihak-pihak yang bersengketa kepadanya, terutama yang terdapat dalam piagam PBB atau dalam perjanjian – perjanjian dan konvensi-konvensi yang berlaku.
Wewenang Mahkamah bersifat Fakultatif:
Artinya: bahwa bila terjadi suatu sengketa antara dua negara, intervensi mahkamah baru dapat terjadi bila negara-negara yang bersengketa dengan persetujuan bersama membawa perkara itu ke mahkamah. (Tanpa adanya persetujuan dari pihak-pihak yang bersengketa, wewenang mahkamah tidak akan berlaku terhadap sengketa tersebut.)
Menuurut pasal 36 Piagam Mahkamah Peradilan Internasional (MPI) maka negara-negara yang menyetujui Piagam MPI dapat menyatakan setiap waktu bahwa mereka dengan sendirinya akan tunduk kepada keputusan-keputusan mahkamah.
Keputusan-keputusan yang dimaksud tersebut dapat mengenai persenketaan tentang:
                                i.            penafsiran perjanjian
                              ii.            soal-soal yang menyinggung hukum internasional
                            iii.            adanya suatu hal yang mengakibatkan pelanggaran perjanjian internasional yang dilakukan oleh salah satu pihak.
                             iv.            Jenis/besarnya ganti rugi yang akan dibayar berhubungan dengan pelanggaran suatu kewajiban perjanjian internasional
3.      Sumber-sumber hukum yang digunakan Mahkamah Internasional
Mahkamah membuat keputusan-keputusan menurut hukum internasional. Dalam menentukan keputusan-keputusan itu mahkamah mempergunakan sumber tersebut dalam pasal 38 Piagam MPI yaitu:
                                i.            Konvensi internasional
                              ii.            Kebiasaan internasional
                            iii.            Prinsip-prinsip umum hukum
                             iv.            Keputusan peradilan internasional
                               v.            Ajaran pakar hukum dari berbagai negara(doktrin)
4.      Mekanisme kerja Mahkamah Internasional
Dalam mengadili suatu perkara Mahkamah Internasional berpedoman kepada:
                                i.            Perjanjian internasional
                              ii.            Kebiasaan internasional
                            iii.            Prinsip hukum secara umum
                             iv.            Keputusan hakim-hakim terdahulu
                               v.            Doktrin atau ajaran ahli hukum terkemuka
Dalam penyelesaian sengketa internasional melalui mahkamah internasional dikenal istilah ajudikasi,  yaitu suatu teknik hukum untuk menyelesaikan persengketaan internasional dengan menyerahkan putusan pada lembaga peradilan. Ajudikasi berbeda dari arbitrasi, karena ajudikasi mencakup proses kelembagaan yang dilakukan oleh lembaga peradilan tetap, sedang arbitrasi dilakukan melalui prosedur ad hoc.
Mahkamah Internasional bertanggung jawab untuk menyelesaikan setiap kasus yang diajukan kepadanya oleh negara yang menerima yuridiksi Mahkamah Internasional. Mahkamah Internasional juga dapat memberikan pandangan mengenai masalah hukum yang diajukan oleh negara anggota, organ PBB lainnya dan organ khusus PBB.
Mahkamah Internasional dengan kesepakatan negara yang bersengketa dapat mengajukan ex aequo et bono yang didasarkan pada keadilan dan kebaikan, bukan didasarkan pada hukum. Keputusan Mahkamah Internasional diperoleh melalui suara mayoritas yang tidak dapat dibanding.
Mekanisme atau prosedur penyelesaian kasus hak asasi manusia atau kejahatan humaniter disuatu negara dapat dilakukan Mahkamah Internasional dengan mekanisme sebagai berikut:
a.      Apabila terjadi pelanggaran HAM atau kejahatan humaniter disuatu negara terhadap negara lain atau rakyat negara lain, pengaduan disampaikan ke Komisi Tinggi HAM melalui lembaga-lembaga HAM internasional lainnya oleh si korban (rakyat) dan pemerintah negara menjadi korban.
b.      Pengaduan ditindak lanjuti dengan penyelidikan, pemeriksaan dan penyidikan.
c.       Jika ditemui bukti-bukti kuat terjadi pelanggaran HAM atau kejahatan kemanusiaan lainya, pemerintah negara yang didakwa melakukan kejahatan humaniter dapat diajukan ke Mahkamah Internasional atau Peradilan Internasional.
d.      Kemudian dilakukan proses peradilan sampai dijatuhkan sanksi.
e.      Sanksi dapat dijatuhkan apabila  terbukti bahwa yang bersangkutan telah melakukan pelanggran terhadap konvensi-konvensi internasional berkaitan dengan  pelanggaran HAM atau kejahatan humaniter.
5.      Keputusan Mahkamah Internasional
Mahkamah Internasional bertugas untuk memeriksa perselisihan atauu sengketa antara negara negara anggota PBB yang diserahkan kepadanya. Sampai saat ini Mahkamah Internasional telah banyak menetapkan keputusan atas sengketa sengketa internasional yang telah diajukan kepadanya, diantaranya :
                      i.            Masalahperbatasan territorial di pulau Simpadan dan Ligitan antara Indonesia dan Malaysia yang telah sekisn lama tidak berhasil menemukan titik temu akhirnya disepakati dibawa ke Mahkamah Internasional. Setelah melakukan pendekatan dan perjuangan panjang, akhirnya pada awal tahun 2003 Mahkamah Internasional memutuskan memenangkan Malaysia sebagai pemilik kepulauan tersebut.
                    ii.            Masalah Timor Timur diselesaikan secara internasional dengan cara referendum dan hasilnya sejak tahun 1999 Timor Timur berdiri sendiri menjadi sebuah negara yang bernama Republik Timor Lorosae.
                  iii.            Sengketa diwilayah Balkan dapat diselesaikan Mahkamah Internasional melalui perjanjian damai Dayton pada tahun 1995 yang mengharuskan pihak Serbia, Muslim Bosnia dan Kroasia mematuhinya.
6.      Dampak negara jika tidak mematuhi keputusan Mahkamah Internasional
Keputusan MI wajib dilaksanakan oleh pihak pihak yang bersengketa. Tetapi jika ada negara tidak mematuhi keputusan tersebut maka ada beberapa sanksi yang diterapkan untuk memaksa negara tersebut mematuhinya.
Sanksi-sanksi tersebut antara lain adalah:
a.      Diberlakukan travel warning (peringatan bahaya berkunjung ke negara tertentu) terhadap warga negaranya.
b.      Pengalihan investasi atau penanaman modal asing.
c.       Pemutusan hubungan diplomatik.
d.      Pengurangan bantuan ekonomi.
e.      Pengurangan tingkat kerjasama.
f.        Embargo ekonomi
g.      Kesepakatan organisasi regional atau internasional.
h.      Dikucilkan dari pergaulan internasional.
Catatan:
·         Hak veto adalah hak untuk membatalkan keputusan, ketetapan, rancangan peraturan dan undang-undang atau resolusi. Hak veto biasanya melekat pada salah satu lembaga tinggi negara atau pada dewan keamanan pada lembaga PBB.
·         Ad hoc adalah sebuah istilah dari bahasa Latin yang populer dipakai dalam bidang keorganisasian atau penelitian. Istilah ini memiliki arti "dibentuk atau dimaksudkan untuk salah satu tujuan saja" atau sesuatu yang "diimprovisasi".
·         Ex Aequo Et Bono yaitu memberikan kebebasan kepada hakim untuk menilai kepantasan dan kesesuaian rasa keadilan masyarakat, sehingga hakim tidak tunduk lagi pada undang-undang.
·          sumber : google co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar