Kyai Hasyim Muzadi Telah Melakukan Kebohongan Besar
Kyai Hasyim Muzadi telah melakukan kebohongan besar,
justru kelompok Sunni di Irak-lah yang dijajah dan dihabisi oleh
kelompok Syi'ah dengan kejam dan sadis, begitu juga kelompok Sunni di
Iran
Tidak
heran, jika banyak kalangan yang menuduh Kyai Hasyim Muzadi telah
menyeberang ke Syi’ah karena seringnya cak Hasyim membela kelompok
Syi’ah dengan sering mengunjungi kaum Syi’ah di Irak dan Iran. “Saya ke
Irak dan Iran bukan untuk membela Syi’ah, saya tidak membela Syi’ah
sebagai ajaran, tapi saya membela Syi’ah sebagai masyarakat yang
terjajah”, kata cak Hasyim saat menghadiri peringatan seratus hari
wafatnya KH. Yusuf Hasyim. Dirinya menemui kelompok Sunny-Syi’ah justru
untuk mendamaikan mereka, kilahnya.
Kyai Hasyim Muzadi telah melakukan
kebohongan besar, justru kelompok Sunni di Irak-lah yang dijajah dan
dihabisi oleh kelompok Syi’ah dengan kejam dan sadis, begitu juga
kelompok Sunni di Iran, dijajah dan dihilangkan seakan-akan yang ada
hanya kelompok Syi’ah.
Download Buku Membuka Kedok Tokoh Liberal NU (Gratis)
Setelah KabarMakkah.Com membagikan informasi tentang Santri Mekkah Yang Berani Membuka Kedok Tokoh Liberal NU maka tiba saatnya sekarang bagi pembaca untuk mengetahui apa isi buku Membuka Kedok Tokoh Liberal NU tersebut.
Sebagai pengetahuan. Buku ini dikarang
oleh salah satu putra kyai tersohor dari rembang KH. Maimoen Zubair dan
akrab dipanggil dengan nama Gus Najih. berikut sebagian petikan yang
saya ambil dari muqoddimah buku Membuka Kedok Tokoh Liberal NU tersebut.
Nahdlatul Ulama (NU) didirikan pada
tanggal 31 Januari 1926 M, sebagai organisasi tertua dan terbesar di
dunia yang memiliki masa puluhan juta umat. Dalam perjalanannya bukan
berarti tidak mengalami berbagai problematika. Problem-problem yang
terjadi di tubuh NU cukup beragam. Ada yang memang sudah warisan dari
orang-orang terdahulu, yang banyak orang tidak berusaha untuk memahami
dan mempelajarinya, ada juga problem-problem tersebut muncul dari
kalangan eksternal ataupun dari kalangan internal NU itu sendiri. Mulai
dari sulitnya menertibkan pengaturan secara organisatoris dan
administratif sampai kepada usulan mengulang kembali makna “Nahdhoh”,
mengkritisi Qonun Asasi warisan Syaikh Hasyim Asy’ari serta menghapus
dua madzhab Abu Hasan al-Asy‟ari dan Abu Mansur al-Maturidi serta
Madzahibul Fuqaha’ al-Arba’ah.
Selanjutnya, sejumlah perubahan besar
terjadi di kalangan NU. Perubahan-perubahan tersebut dimotori oleh
gerakan kalangan muda NU yang mempunyai latar belakang pendidikan
campuran: pesantren dan pendidikan modern. Mereka seakan-akan menjadi counter part
kalangan ulama tradisional dalam mendinamisasi NU. Perubahan itu tidak
hanya menyangkut organisasional, bahkan sudah mempertanyakan pola yang
selama ini dianggap baku. Sistem bermadzhab contohnya, terus-menerus
dikritisi oleh kaum pemikir modern yang datang dari kalangan NU sendiri.
Untuk menindak lanjuti keputusan
Khitthah NU 1926 di Situbondo, NU membentuk organisasi yang bernama
Lakpesdam (Lajnah Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia), sebuah
organisasi sayap NU yang bertujuan mengimplementasikan Syu’un
Ijtima’iyah dalam praktik nyata. Desain awal Lakpesdam sebetulnya
menyerupai LSM dimana aktivitasnya ditujukan terhadap pengembangan
masyarakat melalui pelatihan-pelatihan kewirausahaan, pertanian, tambak
udang, dan sejenisnya. Lakpesdam pun tidak tanggung-tanggung menjalin
hubungan dengan lembaga donor milik kafirin, Asia Fondation.
Begitu juga liberalisasi politik yang
terjadi pada masa reformasi, langsung dimanfaatkan oleh Gus Dur untuk
membangun sebuah kekuatan partai politik yaitu PKB. Kendati tidak resmi
menyatakan diri sebagai partai NU. Tidak dapat dipungkiri, pada awalnya,
PKB adalah partai resmi NU dimana pembentukannya PBNU turut aktif
membidaninya. Kegagalan Gus Dur mempertahankan kursi kepresidenan dan
gagalnya Hasyim Muzadi menjadi wakil presiden berpasangan dengan
Megawati, tampaknya membuat perpolitikan NU mulai mendera.
Keputusan kembali ke Khitthah 1926 tidak
hanya memutar bandul politik NU. Dampak lain yang perlu mendapat
perhatian adalah liberalisasi dan sekularisasi pemikiran keagamaan yang
telah ditanamkan oleh Gus Dur.
Sebagai contoh, dalam sebuah seminar
tentang Islam dan politik di Indonesia, di Cornel University, 12 April
1992, Gus Dur mengatakan bahwa NU akan selalu menghindari formalisasi
ajaran Islam di dalam peraturan perundang-undangan Negara. Menurutnya,
setiap upaya untuk menformalkan ajaran Islam ke dalam perundang-undangan
negara akan bersifat diskriminatif terhadap kelompok lain. Contohnya
adalah gagasan tentang undang-undang zakat yang memungkinkan warga
negara Islam memperoleh potongan pajak atas sejumlah zakat yang telah
dibayarkan. “Kalau orang Islam boleh mendapat potongan, bagaimana dengan
penganut agama selain Islam?” Kata Gus Dur sambil menambahkan “Dalam
suatu negara harus hanya ada satu hukum yang tidak membedakan agama, ras
dan keyakinan politik rakyatnya”.
Gagasan Gus Dur semacam itulah yang menurut sejumlah tokoh NU sebagai salah satu contoh sekularisme yang dikembangkan di tubuh NU. Anwar A. Dulmanan, koordinator Forum Generasi Muda NU, mengatakan, “saat ini telah terjadi sekularisme ditubuh NU, buktinya banyak kalangan NU, terutama kalangan mudanya yang dengan tegas menolak agama dijadikan sebagai landasan politik dan dengan tegas menghendaki tatanan politik sekuler. Salah satu alasannya adalah akan terjadinya diskriminasi terhadap kelompok non-Islam dan menjadikannya sebagai warga negara kelas dua. Ini akan mengancam kesatuan Negara.”
Penyebaran sekularisme di tubuh NU
inilah yang tampaknya dikawatirkan oleh KH. Yusuf Hasyim, paman Gus Dur.
Praktek do’a bersama sejumlah penganut agama. Masuknya Gus Dur sebagai
pengurus di beberapa organisasi Yahudi. Juga langkah politik Gus Dur
dalam mendukung Mega dan kelompok Nasionalis-Sekuler. Tak heran jika
mendapat sorotan tajam dari kalangan ulama NU. “Warga NU harus bersikap
kritis terhadap langkah politik Gus Dur tersebut, baik itu berupa taktik
sesaat apalagi kalau bersifat pemikiran konseptual yang mendasar,” kata
Sholahuddin Wahid.
Gus Sholah mengatakan, “Mega dan
kelompok Nasionalis-Sekuler secara konsisten menolak masuknya Syari’at
Islam ke dalam legislasi nasional. Tahun 1973 kelompok
Nasionalis-Sekuler mengajukan rancangan Undang-undang Perkawinan yang
ditolak keras oleh umat Islam, termasuk NU. Tahun 1989 kelompok ini juga
menentang rancangan Undang-undang Peradilan Agama dan Rancangan
Undang-undang Pendidikan Nasional.
Selanjutnya Gus Sholah mengatakan,
“Pemikiran politik Gus Dur didasarkan pada visi politik yang demokratis,
sekuler dan nasionalis. Bahkan sudah ada komitmen antara Gus Dur dengan
kelompok Nasionalis-Sekuler dan ABRI untuk menjadikan Indonesia sebagai
masyarakat sekuler. Padahal sebelumnya, Gus Dur belum menentang
legislasi ajaran Islam. Pada Agustus 1975 Gus Dur menulis sebuah artikel
di Majalah Prisma dengan judul “Menjadikan Hukum Islam Sebagai
Penunjang Pembangunan”.
Kritik terhadap sekularisme Gus Dur juga dikemukakan oleh Gus Ishom Hadzik, pengasuh pondok pesantren Tebuireng Jombang.
Ia mengatakan, “Kecemasan Gus Dur bahwa dukungan terhadap partai agama bakal melahirkan formalisasi ajaran agama dan mengancam integrasi nasional, sebetulnya amat berlebihan, aneh tapi nyata. Sementara fenomena Islamfobia sedikit banyak sudah lenyap dari pikiran tokoh Nasionalis-Sekuler, Gus Dur justru masih menyimpan kecurigaan”.
Begitu juga penyebaran paham Pluralisme
yang diusung Gus Dur sudah menyebar dan menjadi kegiatan keagamaan di
kalangan umat Islam, dengan dalih ukhuwah, toleransi dan sosial
kemasyarakatan.
Dampak Pluralisme adalah pendangkalan
aqidah. Di negeri ini, doa bersama lintas agama yang melibatkan
tokoh-tokoh NU bukan pemandangan asing lagi. Baru-baru ini acara serupa
diselenggarakan di Sidoarjo yang melibatkan seorang tokoh NU, Hasyim
Muzadi. Acara yang diberi tema “Forum Silaturahmi Nasional Lintas Agama”
itu dihelat di GOR Sidoarjo pada hari Jum‟at, 22 Januari 2010. Acara
yang dihadiri oleh menteri pertahanan Purnomo Yusgiantoro dan Gubernur
Jatim Soekarwo itu dalam rangka mendo‟akan Gus Dur. Sebelumnya dia juga
pernah hadir pada acara do’a bersama di Surabaya, pada hari Senin
tanggal 17 Agustus 1998, bertepatan dengan HUT RI ke-53, dan hadir di
acara tersebut Pendeta Wismo (Kristen), Romo Kurdo (Katolik), Parisada
Hindu Indonesia (Hindu), dan Bingki Irawan (Konghucu).
Keterlibatan PBNU di bawah Ro’is Aam KH.
Sahal Mahfudz dan Ketua Umumnya, KH. Hasyim Muzadi sebagai
penyelenggara kegiatan do’a bersama antar umat beragama juga pernah
terjadi. Acara do’a bersama lintas agama yang bertema “Indonesia
Berdo’a” di Jakarta 6 Agustus 2000 itu pun menuai protes di kalangan
ulama-ulama NU. Para ulama NU prihatin terhadap elit NU yang sudah tidak
lagi menghiraukan ayat-ayat Allah dan peringatan dari Nabi Muhammad.
Sebagai pengurus PBNU, mestinya mereka tahu bahwa pada Muktamar NU ke-30
di Kediri telah memutuskan tentang keharaman melakukan kegiatan do’a
bersama lintas agama.
Begitu juga adanya pendirian tiga gereja
ilegal di Pandaan Pasuruan yang Izin Mendirikan Bangunan (IMB) tiga
gereja tersebut dipermasalahkan oleh warga setempat, bahkan
keberadaannya yang ilegal sangat meresahkan masyarakat. Karena
sebelumnya, sudah ada dua gereja resmi, sehingga masyarakat pun mengirim
surat protes kepada pihak pemerintah daerah Pasuruan, namun pemerintah
kesannya diam tanpa ada tanggapan. Yang menjadi keheranan masyarakat
Pandaan adalah apa yang dilakukan KH. Hasyim Muzadi selaku Ketua
Tanfidziyah PBNU, yang tiba-tiba mendatangi tempat ibadah umat Kristiani
yang jumlahnya hanya lima orang tersebut dalam rangka memberi dukungan
keberadaan gereja ilegal tersebut sekaligus meresmikannya tanpa adanya
konfirmasi sebelumnya dengan masyarakat setempat. Berita pembelaan Ketua
Tanfidziyah PBNU ini sempat dirilis oleh Koran Radar Bromo.
Kerjasama antara PBNU dengan Syi’ah juga
pernah terjadi dalam acara Konferensi Ulama Sunni-Syi’ah pada hari
Selasa-Rabu 3-4 April 2007 di Bogor. Acara yang diprakarsai oleh NU
serta didukung oleh Muhammadiyah dan Pemerintah itu dalam rangka meredam
konflik yang berkepanjangan antara Sunni-Syi’ah di Irak dan pentingnya
menggagalkan upaya musuh dalam memecah belah muslimin.
Sebagaimana komentar Kyai Hasyim bahwa
pernyataan Syaikh Yusuf Qardlawi saat kunjungannya ke Indonesia Januari
2007, bahwa kaum Syi’ah Irak telah membantai kaum Sunni di Irak, dan
juga pernyataan beliau bahwa Al-Qur’an yang ada di Iran telah mengalami
distorsi (tahrif). Ungkapan Syaikh Yusuf Qardlawi saat Muktamar Doha,
Qatar pada bulan Januari 2007, menurut kyai Hasyim adalah pernyataan
yang provokatif.
Terselenggaranya konferensi tersebut
sebagai implementasi dari pernyataan presiden SBY saat menjamu presiden
Goerge Bush dalam kunjungannya di Bogor. Menurutnya masalah Irak bukan
hanya tanggung jawab AS tapi juga menjadi tanggungjawab dunia.
Acara serupa juga pernah diselenggarakan
di Hotel Sultan Jakarta, 1921 Desember 2009. Acara yang bertema
“Konferensi Persaudaraan Muslim Dunia” ini menurut Hasyim merupakan
bentuk kerjasama antara PBNU dengan At-Taqrib Baina Madzahib Al-Islamiyyah
yang berpusat di Iran dan beraliran Syi’ah. Di hadapan PWNU seluruh
Indonesia cak Hasyim mengatakan bahwa konferensi yang sedang berlangsung
merupakan bagian dari kegiatan International Conference Of Islamic
Scholars (ICIS) pra-Muktamar NU yang ke-32. Selanjutnya cak Hasyim yang
juga selaku presiden ICIS mengatakan, “Kalau kita kerjasama dengan
kelompok Syi’ah, bukan berarti kita menjadi Syi’ah. Paling tidak dengan
mengadakan pertemuan dengan Syi’ah, kita bisa mengetahui apa yang mereka
mau, dan posisi kita setara, kita tidak berada di bawah.”
Tidak heran, jika banyak kalangan yang
menuduh Kyai Hasyim telah menyeberang ke Syi’ah karena seringnya cak
Hasyim membela kelompok Syi’ah dengan sering mengunjungi kaum Syi’ah di
Irak dan Iran. “Saya ke Irak dan Iran bukan untuk membela Syi’ah, saya
tidak membela Syi’ah sebagai ajaran, tapi saya membela Syi’ah sebagai
masyarakat yang terjajah”, kata cak Hasyim saat menghadiri peringatan
seratus hari wafatnya KH. Yusuf Hasyim. Dirinya menemui kelompok
Sunny-Syi’ah justru untuk mendamaikan mereka, kilahnya.
Kyai Hasyim Muzadi telah melakukan
kebohongan besar, justru kelompok Sunni di Irak-lah yang dijajah dan
dihabisi oleh kelompok Syi’ah dengan kejam dan sadis, begitu juga
kelompok Sunni di Iran, dijajah dan dihilangkan seakan-akan yang ada
hanya kelompok Syi’ah.
Agaknya terlalu banyak jika saya harus
mengutip semua isi buku tersebut disini, untuk lebih lanjut membaca buku
Membuka Kedok Tokoh Liberal NU silahkan download dibawah ini.
Jika ingin membaca buku tersebut secara online lewat slideshare silahkan buka Membuka Kedok Tokoh Liberal NU
http://www.kabarmakkah.com/2014/10/download-buku-membuka-kedok-tokoh.html
http://www.kabarmakkah.com/2014/10/download-buku-membuka-kedok-tokoh.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar