Selasa, 16 Juni 2015


Keutamaan Makan Sahur di Bulan Ramadhan

Setiap kali memasuki Ramadhan, kita akan selalu berhadapan dengan satu aktivitas unik yang jarang kita temui pada bulan-bulan lainnya, yaitu sahur yang kita laksanakan sebulan penuh. Para ulama mengartikan sahur sebagai aktivitas makan dan minum saat menjelang fajar dan sebelum Subuh bagi orang-orang yang akan menjalankan ibadah saum. Adapun hukum melaksanakan sahur adalah sunah yang dianjurkan (sunnah mu’akad).
Sebenarnya, sahur tidak hanya ada pada bulan Ramadhan. Di luar Ramadhan pun kita bisa melaksanakan sahur, khususnya ketika kita hendak melaksanakan saum sunah atau saum qadha dan nazar. Walaupun demikian, intensitas, keberkahan, dan nuansa sahur kita di luar Ramadhan sangat berbeda dengan aktivitas sahur pada bulan Ramadhan di mana hampir semua orang yang berpuasa melaksanakannya. Tidak hanya itu, dari segi keberkahan dan pahalanya pun, melaksanakan sahur pada bulan Ramadhan jauh lebih besar daripada sahur pada bulan lainnya. Terlepas dari segi waktu pelaksanaannya, baik itu di bulan Ramadhan atau di luar bulan Ramadhan, sahur tetaplah merupakan aktivitas istimewa dan penuh keberkahan. Itulah mengapa Rasulullah saw. menganjurkan umatnya untuk melaksanakan sahur ketika hendak berpuasa walau hanya dengan seteguk air atau sebutir kurma.
1. Aktivitas yang Diberkahi
Hal terpenting dari makan sahur bukan terletak dari sedikit banyaknya makanan yang dikonsumsi. Menurut Rasulullah saw. dalam aktivitas sahur terdapat keberkahan dan pertolongan Allah Swt. Beliau bersabda sebagai berikut.

“Sahur adalah makanan berkah, maka jangan kalian tinggalkan walaupun hanya meneguk seteguk air, karena Allah dan para malaikat bershalawat atas orang-orang yang bersahur” (HR Ibnu Syaibah dan Ahmad).

Apa yang dimaksud berkah? Kata “berkah” berasal dari kata kerja madli (kata kerja yang merujuk pada peristiwa yang terjadi di masa lalu) baraka. Kata ini, menurut Ar-Raghib Al Asfahani, seorang pakar bahasa Al Qur’an, dari segi bahasa, mengacu pada arti al luzum (kelaziman), dan juga berarti ats tsubut (ketetapan atau keberadaan), dan tsubut al khayr al ilahy (adanya kebaikan Tuhan). Senada dengan Al Asfahani, Lewis Ma’luf, juga mengartikan kata baraka dengan arti “menetap pada sesuatu tempat”. Dari arti ini muncul istilah birkah, yaitu tempat air pada kamar mandi. Tempat air tersebut dinamakan birkah karena dia menampung air, sehingga air dapat menetap atau tertampung di dalamnya.
Dari kata birkah inilah Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mengartikan berkah sebagai “kebaikan yang banyak dan tetap” atau “tetapnya kebaikan Allah terhadap sesuatu”. Hampir senada dengan Al Utsaimin, Ibnul Qayyim Al Jauziyah memaknai berkah sebagai “kenikmatan dan tambahan”.
Dari makna-makna tersebut kita dapat mengambil kesimpulan bahwa berkah adalah suatu sifat yang di dalamnya mengandung kebaikan. Berkah bisa berkaitan dengan perbuatan atau ucapan, tempat, dan waktu. Sahur adalah perkara yang setidaknya mengandung dua keberkahan, yaitu keberkahan dalam perbuatan dan keberkahan dalam hal waktu pelaksanaan.
Berkaitan dengan keberkahan sahur sebagai perbuatan, Rasulullah saw. Bersabda sebagai berikut.
“Makan sahurlah kalian, karena pada makan sahur itu terdapat keberkahan.”
Demikian pula sebuah hadits dari Ahmad dan An Nasa’i berikut.
“Sesungguhnya dia (makan sahur) adalah berkah yang diberikan Allah kepada kalian, jangan kalian meninggalkannya.”
Beliau pun menganjurkan kita untuk tidak meninggalkan makan sahur walau hanya seteguk air karena ada para malaikat yang mendoakan orang-orang yang sahur.
“Jangan kalian tinggalkan (sahur) walaupun salah seorang dari kalian hanya meneguk seteguk air, karena Allah dan para malaikat bersalawat atas orang-orang yang bersahur.”
Berkaitan dengan waktu, keberkahan sahur terjadi karena dilakukan pada sepertiga malam terakhir. Inilah waktu mustajabnya doa; saat Allah Swt. ”turun” ke bumi; dan saat orang-orang beriman biasa melakukan shalat malam (QS Al Isra’, 17: 79). Nah, apabila dua keberkahan (perbuatan dan waktu) menjadi satu, sangat rugi jika kita mengabaikannya hanya karena malas atau sekadar lupa.
2. Penambah Energi pada Siang Hari
Sahur memiliki peranan penting dalam mengoptimalkan ibadah saum yang dilakukan seorang Muslim pada siang hari. Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw. Bersabda sebagai berikut.
“Mintalah pertolongan (tambahan kekuatan) dengan makan sahur untuk berpuasa pada siang hari. Dan (mintalah pertolongan) dengan menyedikitkan makan pada siang hari untuk bangun pada malam hari.” (HR Hakim)
Dengan demikian, sahur bukan sekadar agar saat berpuasa tidak merasa lapar. Secara kesehatan, sahur pun berfungsi mengimbangi zat gizi yang tidak diperoleh tubuh selama sehari berpuasa. Karena itu, makan sahur tidak boleh sekadar kenyang, tetapi harus bergizi tinggi. Jadi, hidangan untuk makan sayur harus bisa menjadi cadangan kalori dan protein tinggi serta membuat lambung tidak cepat hampa makanan. Dengan demikian, rasa lapar tidak cepat dirasakan. Makanan yang cukup mengandung protein dan lemak adalah nasi, telur, dendeng, rendang, ikan, dan tentu saja sayur-sayuran.
3. Pembeda Antara Saumnya Kaum Muslimin dengan Ahlul Kitab
Puasa termasuk salah satu ritual ibadah yang sudah sangat tua usianya. Hampir setiap peradaban dan agama mengenal ritual puasa, dalam arti menahan diri dari melakukan sesuatu, biasanya menahan diri dari makan, minum, berhubungan seks, dan tidur. Dalam tradisi Katolik misalnya dikenal puasa dari memakan daging pada hari Ash Wednesday dan Good Friday. Selama berabad-abad, pengikut Katolik dilarang untuk makan daging pada setiap hari Jumat. Puasa pada hari Good Friday ini ditujukan untuk mengenang penderitaan Yesus Kristus.
Lain lagi dengan penganut Kristen Mormon, mereka berpuasa pada setiap hari Minggu pertama setiap bulan. Setiap individu, keluarga, atau kelompok dapat berpuasa kapan saja mereka mau. Mereka berpuasa dengan menahan diri dari makan dan minum selama dua periode makan berturut-turut, atau menyumbangkan makanan dan uang untuk mereka yang membutuhkan. Setelah puasa, para anggota gereja berpartisipasi dalam “Pertemuan Puasa dan Kesaksian.”
Ketentuan yang lebih longgar terlihat pada agama Kristen Protestan, para penganutnya berpuasa sesuai keputusan pribadi, gereja, organisasi, atau komunitas. Walaupun banyak yang menahan dari segala makanan dan minuman, ada juga yang hanya minum air atau jus saja. Berbagai larangan akan makanan tertentu juga dipraktikkan sebagian lainnya.
Dalam tradisi agama Yahudi dikenal hari puasa Yom Kippur, Hari Pertobatan. Almanak Yahudi memunyai enam hari puasa lainnya, seperti Tishna B’Av, hari ketika terjadinya penghancuran kuil-kuil Yahudi. Pada hari Yom Kippur dan Tishna B’Av, makan dan minum dilarang selama 25 jam, terhitung dari tenggelamnya matahari hingga tenggelamnya lagi pada esok harinya.
Orang-orang Hindu di India biasanya berpuasa pada setiap pergantian bulan (new moon days) dan pada acara-acara khusus seperti Shivaratni, Saraswati Puja, dan Durga Puja (dikenal dengan sebutan Navaratni). Perempuan di Utara India berpuasa pada hari Karva Chauth. Bentuk puasanya bergantung pada setiap individu, namun biasanya menahan diri dari makan dan minum selama 24 jam.
Sebagaimana tradisi-tradisi keagamaan lain, Islam pun memiliki ritual puasa. Ada yang wajib sifatnya, khususnya puasa di bulan Ramadhan, ada pula puasa sunah atau yang dianjurkan, seperti puasa 6 hari di bulan Syawwal, puasa Senin Kamis, puasa Arafah, dan sebagainya. Pada intinya, puasa yang dilakukan kaum Muslimin tidak jauh berbeda dengan puasa yang dilakukan umat agama lain, khususnya Ahli Kitab, yaitu menahan diri dari makan, minum, berhubungan suami istri, dan dari perbuatan-perbuatan lain yang dilarang agama. Tujuannya pun hampir sama yaitu untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Akan tetapi, ada satu hal yang membedakan puasanya kaum Muslimin dengan Ahli Kitab. Rasulullah saw. Mengungkapkan dalam sabdanya sebagai berikut.
“Yang membedakan puasa Ahli Kitab adalah makan sahur.” (HR Muslim dan Abu Daud).
Dijadikannya sahur sebagai pembeda antara puasanya umat Islam dengan umat agama lain, cukup memberi penekanan bagi kita akan keutamaan dan nilai penting makan sahur.

4. Meningkatkan Keikhlasan Beribadah
Ketika kecil, tidak ada aktivitas yang paling malas untuk dilakukan saat bulan Ramadhan, selain makan Sahur. Sebenarnya, saya juga malas melaksanakan ibadah puasa seharian, tetapi tidak semalas makan sahur. Mengapa? Karena kalau tidak puasa, malu sama teman-teman, takut dimarahi, dan takut tidak dibelikan baju baru dan ”uang lelah” alias angpaw saat lebaran. Tidak demikian dengan makan sahur. Bayangkan saja, lagi enak-enaknya tidur, kira-kira pukul 03.00, kita dibangunkan dan disuruh makan, apalagi kalau tidak ada lauk-pauknya. Kalaupun bangun dan makan sahur, saya tidak pernah diberi bonus apa-apa. Tapi kalau tidak bangun, orang tua pasti marah-marah, dan itu tidak bisa dijadikan alasan bagi saya untuk tidak berpuasa.
Sebenarnya, bukan hanya anakanak yang malas makan sahur, orang dewasa pun ”kalau bisa menawar” pasti banyak yang memilih untuk tidak makan sahur, atau kalau bisa sahurnya digeser jadi setelah shalat Subuh. Itu jika parameternya nafsu. Maka, di sinilah Allah Swt. menjadikan aktivitas sahur sebagai ujian keikhlasan bagi seorang Muslim yang hendak menunaikan ibadah saum pada siang harinya. Betapa tidak, ketika sahur tidak ada orang yang melihat kita selain keluarga, tidak ada pujian dan sanjungan bagi kita saat melaksanakan sahur. Makan sahur pun tidak seenak makan pada siang hari. Untuk sahur, kita harus berjuang melawan kantuk, hawa dingin, dan perasaan malas. Kalau tanpa keikhlasan dan harapan untuk mendapatkan ridha Allah, sangat sulit bagi kita untuk menunaikannya.
Dengan demikian, semakin kita ikhlas, semakin mudah pula bagi kita untuk melaksanakan sahur. Semakin kita ikhlas, semakin terasa nikmatnya bangun pada dini hari untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah Swt.

“Sahur adalah makanan berkah, maka jangan kalian tinggalkan
walaupun hanya meneguk seteguk air, karena Allah
dan para malaikat bershalawat atas orang-orang yang bersahur.”
— HR Ibnu Abu Syaibah dan Ahmad —


  1. Hikmah Sahur dalam Puasa
    Allah mewajibkan puasa kepada kita sebagaimana telah mewajibkan kepada orang - orang sebelum kita dari kalangan Ahlul Kitab Allah berfirman (yang artinya) :
    "Wahai orang-orang yg beriman diwajibkan atas kamu puasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebeleum kalian agar kalian bertaqwa." (Surat Al- Baqoroh :183)
    Waktu dan hukumya pun sesuai dgn apa yg diwajibkan pada Ahlil Kitab yakni tak boleh makan dan minum dan menikah setelah tidur. Yaitu jika salah seorang mereka tidur tak boleh makan hingga malam selanjut demikian pula diwajibkn atas kaum muslimin sebagaimana kami telah terangkan di muka krn dihapus hukum tersebut Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam menyuruh sahur sebagai pembeda antara puasa kita dgn puasa Ahlul Kitab.
    Dari Amr bin 'Ash radhiallahu 'anhu Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wasallam bersabda (yang artinya): "Pembeda antara puasa kita dgn puasa Ahlul Kitab adl makan sahur".   (HR Muslim (1096)).
  2. Keutamaan Sahur
    Barokah Sahur
    .
    Dari Salman radhiallahu 'anhu Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda (yang artinya): "Barokah ada pada tiga perkara : Jama'ah Tsarid dan makan sahur." (HR. Thabrani dalam "Al-Kabir" (6127) Abu Nu'aim pada "Dzikru Akhbari Ashbahan" (1/57))
    Dan dari Abu Hurairah Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda (yang artinya): "Sesungguh Allah menjadikan barakah itu pada makan shaur dan kiloan".   (HR. Asy-Syirasy (Al-Alqab) sebagaimana dalam (Jami'as Shaghir) (1715) dan Al-Khatib (Al-Muwaddih) (1/263) dari Abi Hurairah dgn sanad yg lalu. Hadits ini HASAN)
    Dari Abdullah bin Al-Harits dari seorang sahabat Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam : Aku masuk menemui Nabi Shalallahu 'alaihi wasallam ketika dia makan sahur beliau berkata (yang artinya): "Sesungguh makan sahur adl barokah yg Allah berikan pada kalian maka janganlah kalian tinggalkan".   (HR Nasa'I (4/145) dan Ahmad (5/270) sanad SHAHIH).
    Keberadaan sahur sebagai barokah sangatlah jelas krn dgn makan sahur berarti mengikuti sunnah menguatkan dalam puasa menambah semangat utk menambah puasa krn merasa ringan orang yg puasa dalam makan sahur juga menyelisihi Ahlul Kitab krn mereka tak melakukan makan sahur. Oleh krn itu Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wasallam menamai makan pagi yg diberkahi sebagaimana dalam dua hadits Al-Irbath bin Sariyah dan Abi Darda' radhiallahu 'anhuma "Marilah menuju makan pagi yg diberkahi : yakni sahur." (hadits Al-Irbath: diriwayatkan oleh Ahmad (4/126) dan Abu Daud (2/303)).
    Allah dan malaikat-Nya bershalawat kepada orang-orang yg sahur.
    Mungkin barokah sahur terbesar adl Allah Subhanahu Wa Ta'ala akan meliputi orang-orang yg sahur dgn ampunan-Nya memenuhi mereka dgn rahmat- Nya malaikat Allah memintakan ampunan bagi mereka berdo'a kepada Allah agar memaafkan mereka agar mereka termasuk orang-orang yg dibebaskan oleh Allah di bulan Ramadhan.
    Dari Abu Said Al-Khudri radhiallahu 'anhu Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda (yang artinya): "Sahur itu makanan yg barokah janganlah kalian meninggalkan walaupun hanya meneguk seteguk air krn Allah dan malaikat- Nya bershalawat kepada orang-orang yg sahur."
    Oleh sebab itu seorang muslim hendak tak menyia-nyiakan pahala yg besar ini dari Rabb yg Maha Pengasih. Dan sahur seorang mukmin yg paling afdhal adl korma.
    Bersabda Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam (yang artinya): "Sebaik-baik sahur seorang mukmin adl korma."   (HR Abu Daud (2/303) Ibnu Hibban (223) Baihaqi (4/237)).
    Barangsiapa yg tak menemukan korma hendak bersungguh-sungguh utk berbuka walau hanya dgn meneguk satu teguk air krn fadhilah (keutamaan) yg disebutkan tadi dan krn sabda Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam (yang artinya): "Makan sahurlah kalian walau dgn seteguk air."  
  3. Hukum Mengakhirkan sahur.
    Disunnahkan mengakhirkan sahur sesaat sebelum fajar krn Nabi Shalallahu 'alaihi wasallam dan Zaid bin Tsabit radhiallahu 'anhu melakukan sahur ketika selesai makan sahur Nabi Shalallahu 'Alaihi wasallam bangkit utk shalat subuh dan jarak (selang waktu) antara sahur dan masuk shalat kira-kira lama seseorang membaca lima puluh ayat di kitabullah.
    Anas radhiallahu 'anhu meriwayatkan dari Zaid bin Tsabit radhiallahu 'anhu: "Kami makan sahur bersama Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam kemudian beliau shalat aku tanyakan (kata Anas): "Berapa lama jarak antara adzan dan sahur? Beliau menjawab: "Kira-kira 50 ayat membaca Al-Qur'an."  (HR. Bukhori (4/118) Muslim (1097)).
    Ketahuilah wahai hamba Allah –mudah-mudahan Allah membimbingmu- kamu diperbolehkan makan minum dan jima' selama ragu telah terbit fajar atau belum dan Allah dan Rasul-Nya telah menjelaskan batasan-batasan hingga jelaslah sudah krn Allah Jalla Sya'nuhu memaafkan kesalahan kelupaan serta membolehkan makan minum dan jima' ada penjelasan sedangkan orang ragu belum mendapat penjelasan. Sesungguh kejelasan adl satu keyakinan yg tak ada keraguan lagi jelaslah.
  4. Hukum Sahur
    Oleh krn itu Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam memerintahkan –dengan perintah yg sangaat ditekankan- Beliau bersabda (yang artinya): "Barangsiapa yg mau berpuasa hendaklah sahur dgn sesuatu."  
    Dan bersabda (yang artinya): "Makan sahurlah kalian krn dalam sahur ada barokah."   (HR Bukhori (4/120) Muslim (1095) dari Anas).
    Kemudian menjelaskan tinggi nilai sahur bagi umat beliau bersabda (yang artinya):
    "Pembeda antara puasa kami dan Ahlul Kitab makan sahur."  
    Nabi Shalallahu 'alaihi wasallam melarang meninggalkan beliau bersabda (yang artinya):
    "Sahur adl makanan yg barokah janganlah kalian tinggalkan walaupun hanya meminum seteguk air krn Allah dan Rasul-Nya memberi shalawat kepada orang yg sahur".   (HR Ibnu Abi Syaibah (3/8) Ahmad (3/123/44) dari tiga jalan dari Abi Said al-Khudri. sebagian menguatkan yg lain).
    Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda (yang artinya): "Sahurlah kalian walaupun dgn setengah air."   (HR Abu Ya'la (3340) dari Anas ada kelemahan didukung oleh hadits Abdullah bin Amr di Ibnu Hibban (no.884) pada An'anah Qatadah: Hadits hasan).
    Saya katakan: kami berpendapat perintah nabi Shalallahu 'Alaihi wasallam ini sangat ditekankan anjuran hal ini terlihat dari tiga sisi :
    1.    Perintahnya.
    2.    Sahur adl syiar puasa seorang muslim dan pemisah antara puasa kita dan puasa Ahlul Kitab.
    3.    Larangan meninggalkan sahur
    Inilah qarinah yg kuat dan dalil yg jelas. Walaupun demikian Al-Hafidz Ibnu Hajar menukilkan dalam kitab "Fathul Bari" (4/139) ijma' atas sunnahnya! Wallahu A'lam
Sumber : Syaikh Salim bin 'Id Al-Hilaaly Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid

Keutamaan Memberi Makanan Berbuka kepada Orang-orang yang Berpuasa

Oleh: Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
مَنْ فَطَّرَ صَائِماً كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْءٌ (رَوَاهُ التِّرمِذِيُّ وَقَالَ حَدِيثٌ حَسَنٌ صحيح)
“Barangsiapa yang memberi makanan berbuka bagi orang yang berpuasa, maka baginya pahala yang semisal orang yang berpuasa tersebut tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tersebut sedikit pun.” (HR. At Tirmidzi, beliau berkata, “Hadits Hasan Shahih”)
Termasuk nikmat dari Allah subhanahu wata’ala atas hamba-hamba-Nya, Allah mensyariatkan tolong-menolong di atas kebaikan dan ketakwaan. Dan termasuk tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan ini adalah memberi makanan berbuka bagi orang yang sedang berpuasa, karena orang yang berpuasa diperintahkan untuk berbuka dan menyegerakan buka puasanya. Apabila dia ditolong dalam perkara ini, maka ini termasuk nikmat dari Allah ‘azza wajalla. Oleh karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ فَطَّرَ صَائِماً كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْءٌ
“Barangsiapa yang memberi buka bagi orang yang berpuasa, maka baginya pahala yang semisal orang yang berpuasa tersebut tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tersebut sedikit pun.”
Para ulama berselisih pendapat tentang makna “Barangsiapa yang memberi buka bagi orang yang berpuasa”. Dikatakan bahwa yang diinginkan dengan memberi makanan berbuka di sini adalah memberikan hal minimal yang bisa membatalkan puasa seorang yang berpuasa, walaupun itu hanya sebutir kurma.
Dan sebagian ulama berkata bahwa yang diinginkan di sini adalah memberikan makanan pembuka yang mengenyangkan, karena inilah perkara yang memberikan manfaat bagi orang yang berpuasa sepanjang malam, dan terkadang cukup baginya sampai sahur.
Akan tetapi yang zhahir dari hadits ini adalah manusia apabila memberikan makanan berbuka bagi orang yang berpuasa walau dengan sebutir kurma, maka dia akan mendapatkan pahala semisal pahala orang yang berpuasa tersebut.
Oleh karena itu, sudah sepantasnya bagi manusia untuk bersemangat memberikan makanan berbuka bagi orang-orang yang berpuasa dengan kadar semampunya, terlebih lagi bersamaan dengan butuh dan fakirnya orang yang berpuasa tersebut, atau butuhnya mereka karena mereka tidak menemukan orang yang menyediakan makanan berbuka bagi mereka, atau keadaan lain yang menyerupai ini.(*)
(Diterjemahkan untuk blog ulamasunnah dari Syarah Riyadhus Shalihin, Jilid II halaman 1412, terbitan Darussalam, Mesir)
 Keajaiban Kurma | Menu Sahur dan Berbuka
Buah kurma ini merupakan salah satu buah favorit Rasulullah SAW di bulan Ramadhan. Karena pada bulan mulia itu, Rasul menjadikan buah kurma sebagai makanan pembuka waktu berbuka puasa dan makanan penutup pada saat sahur.


Ramadhan sudah tiba.
Umat Islam pun berlomba-lomba untuk beribadah di bulan yang suci ini. Ada tradisi yang melekat kuat di masyarakat Arab maupun di Indonseia, atau malah bahkan di negara lain bahwa Ramadhan juga identik dengan buah kurma.
Di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, kurma ini menjadi makanan favorit para jama'ah di sana saat berbuka puasa. Begitu juga di Indonesia, buah kurma menjadi buah yang paling banyak di cari.

Rupanya tradisi tersebut bukan tercipta dengan sendirinya. Mereka meneladani cara Rasulullah SAW berbuka dan makan sahur.
Allah SWT berfirman,
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا  artinya:
"Sesungguhnya pada diri Rasululah ada teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap ridha Allah dan hari akhir serta banyak berzikir kepada Allah."
(QS. Al Ahzab: 21).

Sebagaimana diriwayatkan banyak hadits, Rasulullah SAW menyukai buah kurma sebagai makanan pembuka saat berbuka puasa serta menjadi makanan penutup di kala sahur.
Teladani sunnah, berarti akan berpahala.

Teladan Rasulullah.
Rasululah SAW bersabda,
"Sebaik-baik sahurnya seorang mukmin adalah kurma."
(HR. Abu Dawud, Ibnu Hibban, Baihaqi).

Rasululah SAW menegaskan, barang siapa yang tidak menemukan kurma, hendaknya bersungguh-sungguh untuk sahur walau hanya dengan meneguk satu teguk air, karena fadhilah atau keutamaan dari sahur tersebut.
Rasulullah SAW bersabda,
"Sesungguhnya makan sahur adalah berkah yang Allah berikan kepada kalian, maka janganlah kalian tinggalkan."
(HR. An Nasa'i dan Ahmad).


Sedangkan saat berbuka puasa, Rasulullah SAW menganjurkan untuk makan buah kurma.
Dari Salman bin Amir, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda,
"Jika salah seorang di antara kalian akan berbuka puasa, maka berbukalah dengan kurma sebab kurma itu berkah, kalau tidak ada, maka dengan air karena air itu bersih dan suci."
(HR. Abu Daud dan Tirmidzi).

Dalam hadits lainnya disebutkan, dari Anas bin Malik r.a. berkata,
"Nabi SAW biasa berbuka dengan ruthab (kurma muda) sebelum shalat, jika tidak ada ruthab, maka beliau berbuka dengan kurma, jika tidak ada kurma, Beliau minum dengan satu tegukan air."
(HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah).

Pertanyaannya, kenapa harus dengan kurma...
Jika berbuyka puasa, oragna pencernaan khususnya lambung membutuhkan sesuatu yang lebut biar bisa bekerja lagi dengan baik. Jadi makanannya harus yang mudah dicerna dan juga mengandung gula dan air dalam satu makanan.

Keistimewaan Kurma.
Sedangkan dari sisi medis, buah kurma ini ternyata makanan yang paling baik. Kurma mengandung zat gula yang tinggi yaitu antara 75-87 persen dan glukosanya sebanayk 55 persen, fruktosanya 45 persen lebih tinggi dari jumlah protein, minyak dan beberapa vitamin seperti vitamin A, B2, B12 dan sejumlah zat penting lain seperti kalsium, fosfor, potassium, sulfur, sodium, magnesium, cobalt, seng, florin, tembaga, salyolosa dan sebagainya.

Fraktosa akan diubah menjadi glukosa dengan cepat dan langsung diserap oleh organ pencernaan, kemudian dikirim ke seluruh tubuh, khususnya ke organ-oragn inti seperti otak, syaraf, sel darah merah dan sel pembersih tulang.

Seperti yang kita ketahui, di ujung puasa setiap harinya, glukosa dan insulin dalam darah yang datang dari katup hati akan bergetar.
Artinya, proses buka puasa kita bakal meminimalisir pemakaian glukosa yang diambil dari organ hati dan sel-sel ujung seperti otot-otot dan sel syaraf menjadi sesuatu yang bisa menghilangkan setiap zat yang terkandung dalam gelokogen hati.


Kandungan Kurma.
Berdasarkan penelitian yang dilakukakn oleh Dr. Hisyam Syamsi Basya, dalam satu kurma itu mengandung:
  • Air 20-24 persen.
  • Gula 70-75 persen.
  • Protein 2-3 persen.
  • Serat 8.5 persen.
  • Dan sedikit sekali kandungan lemak jenuhnya (lechitin).
Sedangkan untuk kandungan kurma muda atau Ruthab adalah:
  • Air 65-70 persen.
  • Zat gula 24-58 persen.
  • Protein 1.2-2 persen.
  • Serat 2.5 persen.
Itulah beberapa kelebihan kurma yang menjadi menu favorit Nabi selama menjalankan ibadah puasa. Sangat disarankan untuk menjalankan tuntunan ini demi kesehatan selama berpuasa.
\

Tidak ada komentar:

Posting Komentar